Bayu telah pergi meninggalkan Zora dalam keterkejutan, dan kini Zora ikut pergi dari tempat itu untuk segera pulang ke rumahnya dan segera bersiap-siap untuk menjenguk adiknya yang dirawat di rumah sakit karena Demam Berdarah. Selain itu, sebelum dia pergi menjenguk di waktu jam besuk – sebenarnya adiknya dirawat di ruang VIP dan tidak ada pengaruh dengan jam besuk – Zora akan bertemu dengan Novi, sahabatnya yang menyembunyikan kekuatan Pengendalian Air darinya. Zora mengerti tujuan Novi menyembunyikannya, tapi dia juga ingin tahu kebenarannya dan ingin memberitahukan sahabatnya itu mengenai kekuatan yang baru saja lahir di dalam tubuhnya setelah tertidur selama 15 tahun. Memang mendadak, tapi Novi sudah mengatakan ‘iya’ untuk bisa bertemu dengan Zora di salah satu restaurant di mall terdekat dengan rumah Novi, yaitu di daerah Bekasi.
Setibanya Zora di rumahnya dalam perasaan senang dan penuh semangat, dia segera bersiap-siap untuk mandi. Memang kebiasaannya setiap hari adalah mandi dalam waktu setengah jam, bahkan lebih. Entah apa yang dilakukannya, tapi memang itulah kebiasaannya. Tapi, setelah selesai mandi, dia bisa mengenakan pakaian dalam waktu kurang dari lima menit jika sedang bersemangat dan terburu-buru. Bahkan, meskipun dia mengenakan kerudung yang harus terpasang rapi di kepalanya, tapi Zora dapat melakukannya dengan baik meski sedang terburu-buru.
Selesai mengenakan pakaiannya, memasukkan beberapa barang – mukena, dompet, tisu, serta kaca mata untuk membantunya melihat jarak jauh jika diperlukan – ke dalam tas ransel kecil, serta mematikan semua listrik di dalam rumah, Zora segera keluar kamar menuju ruang tamu dengan sudah mengenakan helm berwarna hitam di kepalanya. Motor matik pemberian ayah dan ibunya di hari ulang tahunnya yang ke 16 dua bulan yang lalu segera dinyalakannya dan berjalan mundur dengan bantuan kaki untuk keluar dari ruang tamu rumah yang dijadikan tempat parkir motor matiknya. Setelah mengeluarkan motornya, Zora turun kembali dari motornya untuk mengunci pintu. Barulah setelah itu Zora dapat pergi ke mall tempat perjanjiannya dengan sahabatnya, Novia Salsabila.
Meski Zora baru saja mendapatkan SIM untuk motor matiknya di umur 16 tahun dan belum bisa berjalan dengan kecepatan tinggi, tapi Zora berusaha untuk bisa segera samapai di mall tempat pertemuannya dengan Novi. Perasaannya penuh dengan kegembiraan dan semangat dan sangat ingin cepat sampai di mall tersebut, tapi Zora tetap harus berhati-hati atau dia akan lebih terlambat lagi karena terhalang oleh pekerjaan polisi-polisi lalu lintas yang kadang kekurangan pekerjaan sehingga harus memberhentikan pengguna-pengguna motor yang sebenarnya sudah mengikuti aturan.
Setelah menempuh perjalanan 1 jam, akhirnya Zora tiba dan segera memarkirkan motornya di parkiran motor. Dia bergegas melangkahkan kakinya selebar dan secepat mungkin untuk bisa segera bertemu dengan Novi. Zora hampir tiba di restaurant tempat mereka berjanji untuk bertemu. Saat itu, terlihat Novi sedang berjalan sendirian sambil mengeluarkan telepon genggamnya dan terlihat sedang mengetik sesuatu pada telepon genggamnya. Dengan segera, Zora berjalan lebih cepat dan bisa sampai tepat waktu setelah Novi duduk di salah satu meja.
Novi memilih meja yang cocok untuk pembicaraan mereka pagi itu. Meja itu terletak menempel pada jendela tebal yang lebar dan sedikit menjauh dari meja-meja yang lainnya. Meski begitu, sering sekali tempat itu dijadikan meja untuk berduaan antara laki-laki dengan perempuan yang sering bermesraan tanpa tahu suasana dan keadaan sekitar.
Zora duduk di hadapan Novi. Pelayan perempuan datang menanyakan pesanan. Dengan segera, mereka memesan makanan yang tidak terlalu berat dan minuman segar. Setelah pelayan itu mencatat pesanan mereka dan pergi menuju dapur untuk mempersiapkan pesanan, Zora menyiapkan diri untuk mulai pembicaraan lebih dulu. Dengan penuh semangat, Zora segera berkata, “Novi, kamu kenal dengan murid jurusan IPS yang bernama Dimas Bayu?”
Novi terlihat sedikit tersentak. Zora bisa melihat ketidaktenangan di wajah Novi, tapi Zora hanya menebarkan senyum penuh rasa senang dan semangat. “Aku kenal. Memangnya ada apa? Kamu juga kenal dengannya?” tanya Novi berbalik. Dia terlihat panik dan tidak tenang. Dia takut bahwa Zora akan tahu rahasianya dengan Bayu mengenai Pengendalian Air yang baru saja terbangun seminggu sebelum Pengendali Makhluk Hidup dalam tubuh Zora terbangun, padahal Zora sudah tahu mengenai hal itu dari Bayu beberapa jam yang lalu.
“Tadi pagi, saat aku lari pagi di Taman Mini, aku menemukannya baru saja bangun tidur dari Museum Keprajuritan. Awalnya, aku takut karena dia terlihat seperti orang yang akan menyakitiku, karena aku menemukannya di tempat yang tidak diperbolehkan untuk tidur. Tapi, ketika aku tersandung, dia membantuku untuk berdiri.
“Beberapa saat setelah itu, dia jatuh pingsan. Ketika aku bergegas untuk mencari bantuan, tubuhku tidak dapat digerakkan, otakku terasa sangat sakit sampai aku memuntahkan isi perutku yang hanya ada air yang sudah bercampung dengan asam lambung. Orang yang membuatku seperti itu adalah seorang laki-laki berkumis yang ternyata salah sangka atas diriku yang ada bersama Bayu di tempat itu. Tidak hanya otakku, tapi juga jantungku sampai aku bersimpuh di atas tanah dan tidak berdaya,” kata Zora bercerita, memancing kepanikan dan ketidaktenangan di wajah sahabatnya.
“Astaghfirullah,” seru Novi dengan suara yang sedikit dipelankan. Dia mencondongkan tubuhnya dan menyentuh pergelangan tangan Zora untuk beberapa saat, memeriksakan detak jantung Zora, dan dia kembali duduk dan menatap Zora dengan wajah khawatir. “Tapi, kamu tidak apa-apa? Bagaimana dengan Bayu?” tanya Novi dengan wajah khwatir, tapi tiba-tiba saja dia sadar kalimat kedua sebelum kalimat terakhir yang Zora ucapkan. “Tunggu, bagaimana kamu bisa tahu bahwa laki-laki berkumis itu yang melakukannya padamu?” tanya Novi, dan wajahnya terlihat semakin tidak tenang.
Zora menyengir. “Aku baik-baik saja,” kata Zora, menjawab pertanyaan pertama. Zora kembali menyengir, dan dia membuka matanya karena harus menyengir yang menyebabkan matanya terutup, lalu memperlihatkan secara tidak sengaja sesuatu yang membuat Novi membelalakkan mata dan menganga dengan mulut terbuka lebar. Tangannya segera bergerak cepat untuk menutup kedua mata Zora, tapi sebenarnya Zora tidak tahu apa yang terjadi saat itu. “Zora, baru saja matamu berubah warna. Berhati-hatilah, karena kamu akan banyak mendapatkan masalah jika sampai ada yang mengetahuinya lebih dari aku. Kamu bisa jadi bahan perebutan,” kata Novi dengan perlahan-lahan melepaskan tangannya dari mata Zora yang kini sudah kembali seperti semula, tapi terlihat lebih hitam. Dan saat itu dia mulai mengerti apa yang terjadi pada Zora. Meski Novi berusaha terlihat tenang di depan Zora, tapi tetap saja Zora tahu bahwa teman yang sudah dianggapanya sahabatnya itu sangatlah tidak tenang akan dirinya.
Zora hanya menyengir dengan wajahnya yang polos. “Wah, tidak aku sangka Bayu banyak mengajarkan hal-hal penting padamu, sampai kamu tahu bahwa apa yang ada di dalam tubuhku ini menjadi incaran orang-orang,” kata Zora menanggapi. “Kekuatanku ini baru saja terlahir ketika laki-laki berkumis itu melakukan hal yang sama pada Bayu. Aku melemparkan batu bata dan melukai kepalanya sampai berdarah. Aku ingin menutup lukanya dengan sapu tanganku, tapi ternyata darah yang keluar kembali masuk dan luka itu tertutup dengan sendirinya tanpa bekas. Aku hampir berteriak ketakutan, tapi Bayu menjelaskannya padaku ketika dia sadar bahwa ada sesuatu yang telah terbangun dalam tubuhku. Aku juga tidak menyangka bahwa kamu juga salah seorang QES,” kata Zora melanjutkan ceritanya dengan singkat.
Novi terlihat sedang berpikir keras. Dia menyedekapkan kedua tangannya membentuk silang di depan dada, dan matanya melirik ke luar jendela. Alisnya berkerut menyatu ke tengah-tengah kening, dan menghasilkan kerutan pada kenignya. Dia melepaskan kedua tangannya, lalu menyedekapkannya di atas meja. Dia menatap Zora dengan serius, lalu berkata, “Tidak aku sangka Bayu mengatakannya padamu. Tapi, yang tidak aku bisa menyangka, kamu adalah SOS dan kamu berada dalam ancaman. Hidupmu akan mulai penuh dengan cerita dan petualangan. Seluruh negeri akan datang untuk mencarimu, bahkan aku dan Bayu juga menjadi incaran seluruh negeri untuk membentuk pertahanan bersamamu dan dua QES lain yang ada di Mesir dan Amerika. Karena itu, tolong hati-hati dalam mengendalikannya. Aku tahu, sulit mengendalikannya secepat ini. Tapi, berusahalah. Aku dan Bayu akan ada untukmu. Kalau suatu saat nanti orang-orang sudah menyadari keberadaanmu, aku dan Bayu terpaksa mengungsikanmu, dan itu janji kami pada Ketua SI (Salvatorem Indonesia). Bayu juga sepertinya sudah mengatakannya padamu mengenai kekuatan yang dimiliki Ketua. Tapi, cepat atau lambat, Ketua akan mengetahuimu dan akan menjalankan rencana utama, Menyembunyikan SOS.” Untuk pertama kalinya Novi berwajah serius ketika berbicara dengan Zora, karena Zora contoh orang yang tidak bisa diajak berbicara terlalu serius seperti saat itu.
Zora tersenyum, tapi senyum itu terasa berbeda, karena alisnya terlihat berkerut di keningnya. Zora menganggukkan kepalanya dengan lemas. Dia menatap pesanannya yang baru saja datang, memainkan spaghetti pesanannya dengan memutar-mutarkannya pada garpu. “Aku tahu itu. Karena itu, aku akan merahasiakannya dari keluargaku. Aku juga sudah bilang pada Bayu untuk menjaga rahasia ini. Tapi, aku takut kalau orang-orang terdekatku, terutama keluargaku dan teman-temanku juga sahabatku berada dalam bahaya karenaku. Jika saat itu tiba, aku tidak tahu harus melakukan apa. Tapi, untuk saat ini aku berusaha untuk mengendalikannya agar tidak lepas kendali di tempat umum,” kata Zora dengan tidak bersemangat, tapi dia terus menyinggung senyum di wajahnya.
Novi menghela napas dengan berat. “Aku tahu hal ini pasti akan sangat berat untukmu, apalagi kamu langsung tahu kebenarannya. Karena itu, aku akan terus ada di sampingmu untuk mengingatkanmu agar terus mengendalikan emosi agar sesuatu itu tidak membrutal di tempat umum,” kata Novi sambil menyinggung senyum penuh semangat, membangkitkan semangat Zora yang hampir hilang. “Dan maaf, karena aku menyembunyikan bahwa aku QES darimu. Memang baru seminggu aku mendapatkannya, tapi aku merasa tidak enak karena sudah menyembunyikannya darimu,” kata Novi sambil tersenyum penuh penyesalan.
Zora mengangguk dengan lebih bersemangat. “Tidak perlu meminta maaf. Aku mengerti perasaanmu. Jika aku menjadi dirimu, akan kulakukan hal yang sama,” kata Zora dengan senyum yang juga menyemangati Novi yang kuarang bersemangat karena merasa bersalah telah menyembunyikan keberadaannya sebagai salah satu QES (Quatuor Elementa Salvator).
Setelah pembicaraan itu, akhirnya mereka bersemangat untuk makan. Meski masing-masing dari mereka sudah menikmati sarapan di rumah mereka – Zora menikmati sarapan bersama Bayu di TMII – mereka tetap menghabiskan pesanan mereka. Memang terasa sangat kenyang, tapi mereka merasa senang karena bisa mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan.
Selesai makan, Zora menawarkan jasa antar untuk Novi. Novi menerimanya. Zora segera mempersiapkan uang parkir. Dia menyerahkan uang parkir itu pada Novi untuk dibayarkannya, sementara dia hanya perlu berkonsentrasi untuk menyetir dan memperhatikan jalan.
Setelah keluar dari mall, Zora hanya perlu mengikuti jalan dan mengikuti angkutan umum berwarna biru yang mengantarkannya menuju pertigaan menuju rumah Novi. Jika ingin pulang, Zora harus berbelok ke kanan, tapi karena ingin mengantarkan Novi pulang ke rumahnya, Zora harus berjalan lurus dan terus mengikuti jalan selama sekitar 20 menit karena perjalanan sedikit tersendat akibat bukanya toko baru di tepi jalan yang menjualkan martabak berbagai macam rasa.
Novi turun di motor. Dia melambaikan tangannya pada Zora ketika Zora bergerak untuk memarkirkan motornya. Setelah itu, Zora membalas lambaian tangan sahabatnya dan menarik gas. Motor matiknya melaju dengan kecepatan 20 kilometer per jam, sehingga dia butuh waktu sekitar satu sampai satu setengah jam untuk bisa sampai di rumah sakit.
Ketika macet, dia mengirimkan pesan pada ibunya bahwa dia akan datang membesuk, dan akan tiba beberapa menit lagi. Dia juga menawarkan jasa belanja untuk membelikan sesuatu untuk ibunya dan adiknya. Karena adiknya ingin sekali cokelat dan ibunya ingin jus buah sirsak, maka Zora harus mampir di toko 24 jam yang ada di lobi rumah sakit itu.
Setelah menempuh perjalanan yang penuh dengan udara panas, emosi, serta lengkingan klakson-klakson mobil dan motor, akhirnya Zora tiba di rumah sakit. Dia segera membelikan pesanan adiknya dan ibunya dengan menggunakan uang saku yang diberikan ibunya selama ibunya menjaga adiknya yang dirawat. Selesai berbelanja, Zora bergegas ke kamar VIP adiknya yang ada di lantai 4 rumah sakit. Kamar yang ada di bagian kanan elevator, lalu terus berjalan melewati tiga pintu kayu yang setiap kamarnya memiliki sepasang bangku beralas hijau dan meja kaca berbentuk lingkarang berwarna cokelat.
Zora mempersiapkan dirinya untuk masuk ke dalam kamar adiknya. Dia harus dalam keadaan bersemangat, tenang, dan tidak terlihat lelah seperti yang dirasakannya hari itu. Zora tidak pernah membiarkan wajahnya terlihat lelah di depan keluarganya, bahkan wajah pucatnya saja hampir tidak diketahui kedua orang tuanya ketika dia sedang terserang demam ringan. Untuk pertama kalinya kedua orang tuanya tahu wajah pucatnya adalah ketika dia terserang sakit tifus dan hampir jatuh pingsan ketika hendak pergi ke rumah saudara sekitar 5 bulan yang lalu. Dan hal itu membuat Zora tidak ingin lagi memperlihatkan kondisi tubuhnya yang sebenarnya di depan keluaganya.
Ketika dia hampir sampai di kamar rawat adiknya, dia merasa perlu pergi ke kamar mandi untuk melihat dirinya dalam pantulan cermin. Dia berjalan berbalik dan pergi ke kamar mandi umum, tidak jauh dari meja resepsionis yang selalu terpasang dan terisi perawat di setiap lantainya. Zora meninggalkan belanjaan di atas bangku di samping pintu kamar mandi perempuan, lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi yang sepi dan berpenerangan redup. Dia berdir di depan cermin, memandang tubuhnya yang gemuk dan lebar, serta memandang wajahnya yang terlihat lebih pucat dari biasanya. Dia menyadari garis lengkung hitam di bawah matanya, dan itu membuatnya takut akan ketahuan oleh keluarganya.
Zora membuka keran washtafle di bawah cermin lebar dan panjang itu. Dia menampung air yang terasa hangat, sesuai dengan kondisi di luar rumah sakit yang sejuk. Dia mendekatkan wajah pada tangannya yang membentuk mangkuk untuk menampung air. Dia mengusapkan air itu ke wajahnya, dan membuatnya merasa sangat nyaman dan kembali segar seperti sedang mandi di siang hari yang panas.
Zora melakukannya kembali sekitar tiga kali, lalu dia mengambil tisu di dinding dekat washtafle yang dia gunakan. Dia mengeringkan wajahnya dengan tisu itu perlahan-lahan, lalu membuat wajahnya kering dan terasa sangat segar. Dia menaruh kedua tangannya di tepian washtafle yang terbuat dari keramik. Dia menjadikannya tumpuan. Dia menjodongkan tubuhnya sedikit menempel pada cermin. Dia menatap wajahnya yang perlahan-lahan terlihat memucat kembali. Dia menepuk pipinya dengan kedua wajahnya, lalu warna iris matanya berubah menjadi merah untuk sesaat, dan kembali menjadi hitam. Zora sedikit tersentak melihatnya, tapi dia kembali tenang dan teringat bahwa dirinya saat itu bukanlah dirinya yang sebenarnya, melainkan seorang Juru Selamat atau Salvator.
Zora segera melupakan hal itu. Dia memutar badan dan berjalan keluar kamar mandi yang penuh dengan bakteri. Dengan kekuatan yang ada di dalam tubuhnya sejak pagi hari itu, dia mampu merasakan keberadaan virus, bakteri, bahkan mikroorganisme yang tidak terlihat dengan mata telanjang tanpa bantuan mikroskop. Memang awalnya dia merasa jijik melihat bentuk-bentuk bakteri dan virus-virus kecil yang ada di udara dan di sekitarnya, tapi perlahan-lahan Zora mampu membiasakan dirinya dalam hal apapun, serta membiasakan dirinya untuk tetap tenang.
Zora mengambil belanjaannya, lalu kembali berjalan menuju kamar adiknya. Sekitar tiga perawat memperhatikannya berjalan dari balik meja resepsionis, tapi hanya ada satu perawat yang memandangnya dengan tatapan curiga. Zora mengabaikan itu, dan dia mempercepat langkahnya untuk bisa sampai di kamar adiknya sesegera mungkin, sehingga urusannya dapat selesai dengan sesegera mungkin agar dia dapat kembali ke rumah untuk beristirahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar