Senin, 18 April 2011

Chapter Five

Sinar matahari begitu menyengat kepala, meskipun sudah mengenakan pelindung kepala, baik berbentuk topi maupun kerudung dan jilbab. Matahari sudah berada tepat di atas kepala. Awan-awan di langit menggumpal-gumpal tebal, tapi tidak ada angin yang menggerakkan gumpalan awan itu untuk menutupi matahari dan menyejukkan bumi. Pemanasan Global yang sekarang sedang terjadi menyebabkan panas matahari terasa sangat panas, mungkin bisa mencapai 30-34 derajat Celsius seperti musim panas di Tiongkok setiap tahunnya. Namun, di akhir tahun itu seharusnya terjadi musim hujan, dan hari itu tidak ada sedikitpun tanda-tanda akan terjadinya hujan. Dan semua kembali pada Pemanasan Global yang sedang meraja lela di seluruh penjuru Bumi.
Sepulangnya Zora dari rumah sakit setelah menjenguk adiknya sekaligus mendapatkan pemeriksaan gratis karena kondisinya yang memburuk tiba-tiba tanpa sebab, Zora tidak segera pergi pulang setelah menebus obat yang dianjurkan oleh dokter yang menemukannya hampir kehilangan kesadaran. Zora mampir di sebuah masjid yang sedang dalam proses perluasan. Zora bergegas melaksanakan salat zuhur yang hampir terlupakan olehnya. Masjid itu terletak di sisi kanan jalan ketika Zora berjalan mengendarai motor matiknya menuju rumah. Memang sebenarnya masih sempat melakukannya di rumah, tapi dia merasa hari itu dia tidak bisa mengundur-undur waktu. Pikirannya mengenai keadaannya terus membuatnya tidak tenang, tapi dia berusaha untuk tenang dan berkonsentrasi melaksanakan salatnya.
Selesai melaksanakan salat, Zora tidak segera pergi dari masjid itu. Dia berdoa selama sekitar 15 menit. Dia terus memohon ampun pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dia terus memohon diberikan petunjuk oleh-Nya, petunjuk untuk menjalankan semua cobaan-cobaan yang nantinya akan dia terima sejak bangunnya Biokinesis dalam tubuhnya. Dia juga memohon perlindungan untuk semua orang yang disayanginya, dicintainya, dan dikasihinya. Tidak lupa dia juga memohon perlindungan pada dirinya sendiri, baik saat itu maupun kedepannya. Dia meminta diberikan kesabaran untuk menempuh semua cobaan dalam hidupnya.
Setelah berdoa sehabis melaksanakan salat, Zora pergi keluar masjid, sambil mengenakan kembali jaketnya dan menggantungkan tas ransel kecil dan tipis di punggungnya. Dia memasukkan kunci motor matiknya ke dalam lubangnya, memutarnya ke kanan sambil menekan tombol berwarna kuning serta sedikit  menarik rem untuk membuat motor matiknya menyala. Dia bergerak naik ke atas jok motor, lalu mengenakan helmnya untuk melindungi kepalanya. Segera setelah itu, Zora menjalankan kembali motor matiknya untuk masuk kembali ke jalan raya.
Ketika dalam perjalanan, dia teringat bahwa dia belum menyiapkan makan siang dan makan malam untuk dirinya. Saat itu pun seharusnya Zora sudah menikmati makan siangnya, tapi karena terlalu memikirkan kondisi tubuhnya, dia terlupa. Zora memutuskan untuk mampir di sebuah rumah makan. Dengan uang saku yang tidak sedikit pemberian dari ibunya dan ayahnya, dia membeli semua keperluannya selama kedua orang tuanya tidak ada di rumah. Setelah dia membeli makan siangnya dan makan malamnya, segera dia pulang ke rumahnya yang kosong.
Setibanya di rumah, setelah Zora menutup dan mengunci gerbang dan pintu rumahnya, Zora segera pergi ke dapur untuk menempati lauk dan nasi yang dibelinya di rumah makan. Setelah itu, dia menaruh semua lauknya berserta nasinya di atas meja makan dan menutupnya dengan tudung yang terbuat dari plastik. Karena dia tidak ingin dirinya sakit, maka dia segera mengambil satu centong nasi beserta cumi kuah pedas dan paru sapi goreng yang ditaruhnya di atas piring. Dia juga menyiapkan minumnya, lalu menikmati makan siang di depan televise sambil menonton siaran televise berupa kartun.
Selama menikmati makan, barulah saat itu dia merasa bahwa dirinya berada dalam bahaya. Dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan perlahan-lahan dan menunda-nunda. Dia terlalu takut akan terjadi sesuatu yang berbahaya di dekatnya, baik pada dirinya maupun pada orang-orang di sekitarnya. Nafsu makannya berkurang, tapi dia harus tetap menghabiskan makan siangnya agar bisa dimasukkan obat yang diresepkan dokter yang menemukannya ketika hampir jatuh pingsan. Meski dia harus menghabiskan banyak waktu untuk menghabiskan makan siangnya, tapi porsi makanan yang diambilnya habis bersih. Dia segera meminum sekitar tiga jenis obat dengan bantuan air putih. Setelah itu, dia pergi ke kamarnya yang berada di sisi bagian depan rumahnya yang cukup besar.
Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul 2 siang lebih 15 menit. Dia tidak segera mengganti pakaiannya. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas kasurnya, menyetel alrm pada telepon genggamnya, lalu memejamkan mata dan memaksakan dirinya untuk beristirahat lebih awal. Dia memang merasa dirinya lelah, tapi dia tidak ingin tidur karena takut tidak akan terbangun ketika sesuaut terjadi. Namun, ketika dia memejamkan matanya, tidak lama setelah itu dia benar-benar tertidur lelap.

Mmm

Alarm telepon genggamnya berbunyi dengan suara yang keras dan membangunkan Zora dari tidur lelapnya. Tepat ketika alarmnya berbunyi, azan salat ashar berkumandang. Zora tidak menunda-nunda melaksanakan salat ashar. Dia segera bangun dari tidurnya, pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu, lalu segera melaksanakan salat ashar di kamarnya sebanyak 4 rakaat. Selesai melaksanakan salat, Zora kembali berdoa, mengucapkan doa yang sama seperti doa yang diucapkannya ketika salat zuhur di masji yang ada di tepi jalan. Setelah itu, Zora kembali berbaring di atas kasur untuk merenungkan semua yang terjadi pada hari itu dimulai ketika dia pergi lari pagi.
Karena pertemuannya dengan Bayu Si Anak Angin dan laki-laki berkumis Si Pembunuh Organisme di Taman Mini Indonesia Indah, kekuatan tersembunyi dalam tubuhnya terbangun dan hampir lepas kendali. Negara-negara akan pergi mencarinya sebagai satu-satunya pemilik kekuatan Pengendali Makhluk Hidup di dunia. Mereka akan membujuknya dengan cara yang berbeda-beda agar Zora mau menjadi ketua asosiasi atau organisasi Manusia Super yang dibentuk. Karena alasan itu, ada kemungkinan dirinya, keluarganya, serta teman-temannya akan dalam bahaya. Karena itu, Zora memutuskan untuk merahasiakannya dari siapapun, kecuali dari Novi dan Bayu.
Karena kesalahpahaman, laki-laki berkumis Si Pembunuh Organisme melakukan serangan terhadap otak dan jantungnya. Karena hal itu, saat ini Zora mengalami penderitaan. Dia sering merasa sakit kepala dan sakit pada dada kirinya sakit. Meski dia bisa menahannya hingga rasa sakit itu menghilang dengan sendirinya, tapi dia merasa bahwa dirinya tidak akan bisa bertahan lama jika terus menerima penderitaan itu. Dengan terpaksa, dia menerima permintaan dokter yang menemukannya hampir jatuh pingsan di depan elevator untuk melakukan pemeriksaan di rumahnya besok pagi dan sore harinya. Meski dia tahu bahwa besok dia tidak bisa lari pagi seperti biasanya karena harus menjalani pemeriksaan, tapi dia sudah berniat dalam hatinya bahwa dia akan terus melakukan lari pagi untuk menyehatkan tubuhnya. Biasanya, orang yang menerima waktu libur yang panjang, berat badan akan bertambah karena tidak ada yang membakar lemak dari makanan-makanan yang dimakan. Karena, pada umumnya, orang-orang itu akan bermalas-malasan di rumah, dan pekerjaannya hanya bangun, makan, ibadah, tidur, dan seterusnya.
Tiba-tiba, terdengar suara sesuatu yang keras mengantuk kaca kamarnya. Zora segera membangkitkan tubuhnya dan bergerak menuju jendela kamarnya. Dia membuka tirai kamarnya perlahan-lahan, lalu mengintip sebelah mata ke luar kamarnya untuk melihat benda apa yang mengantuk pada kaca jendelanya, serta mencari tahu siapa yang melakukannya. Tidak ada siapa-siapa di depan kamarnya, dan juga tidak ada apa-apa di depan gerbang rumahnya. Namun, sebuah batu melayang dengan sendirinya dengan cepat dan mengantuk kaca jendela dengan lebih keras dari sebelumnya, hampir membuat jantungnya berhenti berdetak. Namun, Zora segera sadar siapa yang telah melakukannya.
Zora membalikkan badan sambil tersenyum lebar, lalu berlari keluar kamar menuju pintu depan rumahnya. Dia membuka kunci pintu rumahnya, berlari menuju gerbang, membuka gembok gerbang, lalu menarik pintu kecil yang muat untuk satu orang. Zora tersenyum sambil berkata, “Hai,” pada Bayu Si Anak Angin yang beridiri di hadapannya di samping Novi yang membalas sapaan Zora dengan senyumnya.
Zora mempersilahkan mereka untuk masuk rumahnya. Zora mengunci gerbang kembali, lalu menyusul Novi dan Bayu yang sedang berjalan menuju teras depan rumahnya. Mereka berdua duduk di atas bangku kayu berbentuk bundar berlengan dan berpunggung, menyisakan satu bangku untuk Zora, bangku yang menghadap ke arah taman yang rapi di depan teras rumahnya. “Ada apa datang ke rumahku? Bukankah tadi aku sudah bertemu dengan Bayu pagi-pagi, dan bertemu dengan Novi siangnya? Apa ada yang ingin kalian bicarakan? Ada apa dengan wajah kalian?” tanya Zora dengan tetap mengumbar senyumnya meski kedua teman di hadpaannya berwajah sedih dan khawatir sambil melirik ke pangkuan mereka.
Untuk sesaat suasana terasa begitu sepi dan menegangkan. Namun, akhirnya Novi angkat bicara untuk memberitahukan Zora mengenai tujuan mereka mendatangi Zora. “Ketua Arfan berhasil membaca pikiran kami tadi siang ketika kami dipanggil untuk menghadapnya. Dia memaksakan dirinya untuk membaca pikiran-pikiran orang-orang yang terlihat sedang menyimpan sesuatu, tapi dia akan diam jika yang disimpan itu adalah masalah pribadi seseorang. Tapi, yang dia baca dari kami bukanlah hal pribadi. Dia segera mengarahkan pembicaraannya menjadi mengenai dirimu. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, Zora,” kata Novi sambil menundukkan kepala dengan wajah yang terlihat penuh penyesalan.
“Kami mohon maaf. Sekarang, Ketua Arfan ingin bertemu denganmu. Karena kondisinya tidak baik karena memaksakan diri, dia memintamu untuk datang menemuinya di Gedung Pertemuan Batavia di Kota Tua. Bawahan Ketua Arfan datang bersama kami untuk menjemputmu, jadi kamu tidak bisa menolak. Kami mohon maaf,” kata Bayu, ikut terlihat sedih dan menyesali perbuatannya.
Zora menatap kedua temannya yang berwajah sedih, khawatir, dan bercampur penyesalan. Zora tahu hal seperti itu akan datang lebih cepat dari yang diharapkannya, dan dia berusaha untuk siap menghadapi segala sesuatu yang terjadi di depannya. Zora hanya tertawa menanggapi ucapan kedua temannya, membuat Novi dan Bayu mengangkat kepala dan menatap Zora dengan penuh rasa heran. “Tidak masalah jika orang yang kalian panggil dengan sebutan ‘ketua’ itu mengetahuinya. Cepat atau lambat, berita ini akan tersebar sampi ke seluruh penjuru dunia. Hanya saja, aku tidak bisa pergi untuk saat ini. Mungkin, karena serangan Necrokinesis padaku tadi pagi, saat ini tubuhku tidak bisa melakukan hal yang melelahkan. Tadi siang, setelah aku pergi menjenguk adikku, aku hampir saja jatuh pingsan. Tapi, ada dokter yang menemukanku dan membawaku ke ruang kerjanya untuk memeriksaku. Awalnya, dia menyuruhku untuk dirawat, tapi aku tidak mau karena tidak ingin membebankan kedua orang tuaku. Karena itu, dengan segala hormat, tolong sampaikan maafku pada Ketua Arfan karena aku tidak bisa menemuinya hari ini dan besok. Mungkin, lusa aku baru bisa pergi-pergi jauh,” kata Zora menceritakan yang sebenarnya mengenai dirinya. Dia tidak ingin merahasiakan yang dirasakannya pada dua orang terpercaya itu. Namun, hal itu membuatnya mendapatkan pandangan khawatir yang sebenarnya tidak dia sukai.
“Astaghfirullah,” seru Novi dan Bayu secara serempak sambil bergerak mendekatkan bangku mereka dengan bangku Zora. Mereka segera memeriksa panas tubuh Zora dan denyut nadi di pergelangan tangannya. Dan mereka menyadari kondisi tubuh Zora yang tidak baik. “Aku tidak menyangka bahwa serangan Necrokinesis bisa menyebabkanmu seperti ini. Karena kamu sendirian di rumah, aku akan menemanimu saampai besok pagi, biar Bayu yang pergi menemui Ketua dan menjelaskan keadaanmu. Aku yakin, Ketua pasti mengerti,” kata Novi sambil bergerak untuk berdiri dan berjalan menghampiri Zora untuk memeriksa tubuh Zora lebih seksama.
Bayu menganggukkan kepalanya dengan semangat. “Aku setuju dengan ide Novi. Aku akan pergi menemui Ketua dan menjelaskan keadaanmu padanya. Kalau kessehatan Ketua telah kembali, mungkin dia yang akan menemuimu besok. Bagaimana?” tanya Bayu sambil bergerak bangun untuk bergegas pergi dari rumah Zora.
Zora menganggukkan kepalanya. “Tentu saja tidak masalah. Tapi, tolong sampaikan padanya bahwa dia harus datang di atas jam 1 siang, karena dari pukul 9 sampai 12 siang, akan ada dokter yang datang untuk memeriksa kondisi tubuhku atas kemauannya. Sampaikan salamku untuknya,” kata Zora menambahkan ketika Bayu berlari pelan untuk keluar dari gerbang yang dibukanya, lalu dikuncikan oleh Novi.
Novi segera kembali mendekati Zora, lalu berjalan bersama Zora untuk masuk ke dalam rumah. Novi mengantarkan Zora ke kamarnya, lalu menyuruh Zora untuk membaringkan badan, sementara Novi akan menelepon keluarganya mengenai acara menginap di rumah Zora sampai besok pagi dengan telepon rumah Zora yang sengaja Zora pinjamkan untuknya.
Zora menuruti perkataan temannya, karena hal itulah yang dia butuhkan. Dia berbaring, tapi tidak bisa tertidur. Dia malah mengajak Novi untuk berbicara untuk membuatnya lebih lelah lagi dan membuatnya mengantuk dan tertidur dengan cepat. “Bagaimana bisa kamu tahu bahwa kamu adalah seorang Pengendali Air? Bagaimana perasaanmu ketika kamu tahu kamu adalah seorang Quatuor Elementa Salvator?” tanya Zora, memulai pembicaraan lebih dulu, berusaha membuat dirinya lelah.
Novi menatap langit-langit dengan wajah yang terlihat seperti sedang berpikir. “Kejadiannya seminggu yang lalu,” katanya memulai. “Saat itu hari Senin sepulang sekolah, tepatnya jam 5 sore. Aku bertemu dengan Ketua Arfan yang datang dengan mobil BMW hitamnya untuk menjemput Bayu. Kami berpapasan dan tanpa sengaja kami bersentuhan ketika aku hampir terjatuh karena tersandung cekungan pada jalan di lapangan. Saat itu, tanpa sengaja Ketua Arfan membaca pikiranku. Dia bilang, sekilas dia melihat gelombang air dalam pikiranku. Dia menarikku dan mengajakku untuk masuk ke dalam mobilnya bersama Bayu. Memang cukup menakutkan, tapi hal itu membuatku merasa sangat barsyukur.
“Ketua Arfan membawaku dan Bayu ke Gedung Pertemuan Batavia. Dia menyuruhku yang masih awam ini untuk melihat latihan Bayu di ruangan khusus yang ada di halaman belakang Gedung Pertemuan Batavia. Melihat hal itu, kekuatanku terbangun. Tubuhku mengeluarkan asap biru laut yang menggumpal-gumpal ke udara seperti ombak. Air putih yang disuguhkan pelayan bergetar dan mulai terlihat seperti permukaan laut yang tertiup angin. Aku sendiri tidak tahu apa yang terjadi saat itu, karena setelah itu aku kehilangan kesadaran karena lepas kendali. Ketika terbangun, aku sudah berada di rumah sakit khusus untuk Manusia Super. Ketua Arfan dan Bayu datang menjengukku dan memberitahuku yang sebenarnya.
“Aku harus tinggal di rumah sakit selama semalaman, dan keluargaku terus menghubungiku, tapi aku tidak mengangkatnya,” katanya sambil menyengir. “Aku takut harus berkata bohong pada keluargaku, makanya aku sengaja tidak mengangkatnya. Ketika besok paginya aku diizinkan pulang, aku menceritakan semuanya pada keluargaku. Memang awalnya mereka tidak menerimaku yang saat ini, tapi akhirnya mereka mengerti ketika Ketua Arfan menjelaskannya pada mereka. Mereka juga mengijinkanku untuk tinggal di asrama khusus di gedung yang sedikit jauh dari Gedung Pertemuan Batavia. Tapi, mereka juga mengijinkanku untuk pulang ke rumah dan melihat keadaan mereka setiap sepulang sekolah. Tidak menarik, ya, ceritaku?” tanya Novi sambil memiringkan kepala untuk melihat Zora, tapi dia tersenyum ketika melihatnya.
Mata Zora sudah terpejam. Meski dia terlihat kesulitan bernapas, tapi Novi senang melihat Zora dapat tertidur mendengarkan cerita membosankannya. Dia memang tidak pandai bercerita, tapi karena ketidakpandaiannya itu, dia bisa membuat Zora tertidur karena bosan mendengarkan cerita yang tidak ada aura menegangkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar