Sabtu, 07 Mei 2011

Chapter Ten

Cerahnya asap berwarna pelangi yang keluar dari tubuh Zora mengalahkan asap putih kebiruan yang merupakan bentuk kekuatan Dokter Aji dan Suster Sandra, membuat kamar pribadi Zora penuh dengan asap pelangi yang cerah. Asap itu semakin lama semakin pekat warnanya, seiring dengan lepasnya kendali akan kekuatan besar pada tubuh Zora yang baru saja terbangun pagi sehari sebelumnya. Tubuhnya yang awalnya kaku, kini kejang-kejang dan setiap bagian gerak tubuhnya kaku dan terlihat seperti robot mainan. Kedua mata Zora yang terbelalak karena lepasnya kendali atas kekuatannya, memperlihatkan warna pucat yang kini berubah menjadi warna pelangi pada iris matanya, dan pelangi itu tidak lagi berubah selama Zora masih dalam keadaan lepas kendali. Hanya ada suara erangan yang keluar dari mulut Zora yang tertutup menahan gejolak yang terjadi di dalam tubuhnya akibat lepas kendali.
Suster Sandra segera memanggil Ketua Arfan dengan telepon genggam milik Dokter Aji setelah dia merasa sedikit lelah karena membantu Dokter Aji menggunakan kekuatannya, sementara Dokter Aji sendiri berusaha untuk mempersiapkan suntikan penenang ketika tenaganya mulai terkuras banyak. Dia harus bergerak cepat sebelum kekuatan Zora benar-benar lepas kendali dan bisa melukai dirinya, Suster Sandra yang sudah terluka, bahkan diri Zora sendiri. Selain itu, jika kekuatan Zora tidak segera dihentikan, maka seluruh negera maju yang sudah membuat sebuah komputer pendeteksi kekuatan besar akan segera mengetahuinya. Komputer itu akan menyala dengan sendirinya, lalu memberitahukan orang-orang mengenai keberadaan Salvator Omnium Salvatores. Jika itu terjadi, Perang Dunia II mungkin saja terjadi.
Dokter Aji bersiap untuk menusukkan ujung jarum suntik pada lengan Zora. Dia menusuknya dengan cepat untuk menghindari rasa sakit. Dengan sangat terkejut, Suster Sandra yang sedang menelepon sampai mengabaikan Ketua Arfan berbiara, jarum suntik yang seharusnya mudah menembus kulit kini patah. Suasana menghening dan menegang di kamar itu. Dokter Aji membelalakkan mata dengan sangat terkejut, dan cairan penenang dalam suntikan itu terbuang sia-sia karena tidak hanya jarumnya yang mengalami kerusakan, tapi tabung plastic di bagian atas jarumnya retak dan cairan menetes membasahi lantai kamar.
“Ketua Arfan, kekuatan Zora mulai menguasai tubuh Zora. Jika hal ini terus terjadi, seluruh negeri akan tahu bahawa SOS telah bangkit. Apa yang harus kita lakukan? Sekarang tubuhnya tidak dapat ditembus oleh jarum suntik,” kata Suster Sandra dengan gugup karena terkejut pada Ketua Arfan melalui sambungan telekomunikasi telepon genggam.
“Sandra, kamu harus tenang,” kata Ketua Arfan dari tempatnya berada melalui telepon di ruang kerjanya di Gedung Pertemua Batavia. “Hal ini tidak akan berlangsung lama. Kondisi tubuh Zora yang tidak baik saat ini bisa menghambat keluarnya kekuatan Biokinesis secara besar-besaran. Tidak lama lagi, kekuatan itu akan melemah kembali, dan Zora akan kembali menjadi dirinya sendiri. Namun, yang harus kalian perhatikan adalah kondisi setelah kekuatannya lepas kendali. Jika keadaannya memburuk, maka dia tidak akan bertahan lama untuk menjadi SOS. Sebaliknya, jika keadaannya tidak begitu buruk, maka dia akan mampu bertahan melewati semua rasa sakit akibat Necrokinesis dan sakit akibat lepas kendali pada tubuhnya. Kalian harus siap untuk memberikan Penyembuhan padanya. Dia adalah orang penting untuk dunia ini. Mengerti?” kata Ketua Arfan dengan suara bergetar, namun terdengar sangat tenang mengatakannya.
Suster Sandra memutuskan komunikasinya dengan Ketua Arfan melalui telepon genggam setelah mengucapkan terima kasih atas bantuan dan informasi yang diberikan padanya mengenai keadaan Zora. Suster Sandra segera memberitahukan Dokter Aji mengenai apa yang harus dilakukan olehnya dan Dokter Aji. Namun, raut wajah lelah Dokter Aji membuat dirinya merasa sedikit putus asa untuk menangani keadaan Zora saat itu.
Asap berwarna pelangi yang menyelubungi tubuh Zora mulai memudar perlahan-lahan. Iris pada kedua matanya mulai berubah warna, dan kini warnanya menetap menjadi merah dikedua matanya. Perlahan-lahan, mata Zora yang terbelalak mulai menutup perlahan-lahan. Napasnya terdengar membaik, dan detak jantungnya berdetak semakin membaik menuju normal. Rona merah di wajahnya mulai berubah menjadi merah muda. Dan dia dalam keadaan baik-baik saja, membuat Dokter Aji dan Suster Sandra menghela napas dengan sangat lega.
Selang setengah menit, jemari pada tangan dan kaki Zora bergerak-gerak kecil, dan perlahan-lahan matanya terbuka dan memperlihatkan iris mata berwarna merah terang. Mata itu bergerak ke kanan dan ke kiri, menatap ekspresi penuh kelegaan dalam wajah Dokter Aji di sisi kanannya dan Suster Sandra yang sudah kembali ke sisi kirinya. “Kenapa kalian menatapku dengan wajah seperti itu? Apa yang telah terjadi?” tanya Zora sambil bergerak untuk duduk, tapi dia kembali terjatuh berbaring karena semua tulang-tulangnya terasa sakit. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa semua tulang-tulangku sakit?” tanya Zora dengan penuh rasa heran bercampur rasa takut.
Dokter Aji menghela napas sambil tersenyum, dan itu senyum pertama yang Zora lihat dari wajah dingin dokter itu. “Kekuatanmu baru saja lepas kendali. Semua tubuhmu mengeras seperti beton. Kamu sudah merusak jarum suntikku, dan itu bisa dibilang cukup mahal,” jawab Dokter Aji sambil memperlihatkan hancuran jarum suntik yang sebenarnya ditujukan untuk tubuh Zora.
Suster Sandra mengangguk. “Benar. Kalau keadaanmu buruk setelah lepas kendali, maka umurmu tidak akan panjang untuk bisa menjadi SOS. Tapi, keadaanmu sangat baik, lebih baik dari keadaanmu sebelum lepas kendali, dan kemungkinan kamu masih bisa melanjutkan kehidupanmu sebagai SOS. Saya senang melihat keadaan Sang-Juru-Selamat-Dari-Semua-Juru-Selamat bisa selamat,” kata Suster Sandra sambil terus memperlihatkan senyum manis di wajahnya, membuat Dokter Aji hampir memerah karena merasa tersanjung melihat senyum manis di wajahnya. Dia membuka tangan kanannya yang sebelumnya terdapat daging tumbuh. Perlahan-lahan, daging itu mengempis dan menghilang. “Lukaku juga sudah sembuh. Berarti lepas kendalimu dapat teratasi,” kata Suster Sandra, berusaha untuk tidak terlihat menyalahkan Zora.
Zora sedikit terkejut mendengarnya. Dia melihat tangan kanan Suster Sandra yang memerah setelah daging tumbuhnya menghilang. “Maafkan aku, Suster. Aku tidak bermaksud melukai Suster. Tapi, Suster tidak takut padaku, ‘kan?” kata Zora, terlihat sedih karena dia takut dirinya akan ditakuti oleh seorang suster baik hati dan murah senyum itu.
Suster Sandra mengangguk sambil tersenyum. “Tenang saja. Aku tahu bagaimana rasanya ditakuti, jadi aku tidak akan takut padamu,” kata Suster Sandra sambil menyentuh tangan kiri Zora. Dia melepaskan tangannya dan sadar bahwa tidak terjadi apa-apa pada dirinya ketika bersentuhan dengan tubuh Zora yang sudah tidak mengeluarkan asap pelangi dan sudah tidak lepas kendali.
Zora tersenyum. “Terima kasih,” kata Zora mengiringi senyumnya. “Dokter, apa Dokter tahu kapan saya, Novi, dan Bayu harus berangkat mencari dua orang lainnya? Saya belum mengatakan pada Ketua Arfan bahwa saya bersedia masuk atau tidak,” kata Zora mengalihkan pendangan suka dari Dokter Aji pada Suster Sandra yang sepertinya sadar bahwa dokter lajang itu memperhatikannya.
Dotker Aji berdehem ketika Zora tersenyum melihat wajah merahnya. “Sebelum saya berangkat ke rumahmu, Ketua Arfan memintaku untuk meyakinkanmu bergabung dalam Salvatorem Indonesia bukan pada Vandal. Jika aku berhasil meyakinkanmu, maka aku harus menyampaikan pesan, bahwa besok pagi kalian akan diberangkatkan dengan pesawat menuju Mesir. Salvator di sana memberitahu Ketua bahwa ada Pengendali Tanah, Soil Elementa, di tempat itu. Mereka meminta Ketua Arfan untuk mengirimkan bantuan pencarian. Jika tugas di sana selesai, kalian akan segera diberangkatkan ke Amerika untuk mencari Ignis Elementa,” kata Dokter Aji dengan serius.
Zora mengangguk-angguk mengerti. “Jika aku menolak untuk masuk Salvatorem Indonesia, apa yang dikatakan Ketua?” tanya Zora.
Dokter Aji dan Suster Sandra saling menatap untuk sesaat, lalu Suster Sandra mewakili Dokter Aji untuk mengatakan sesuatu yang sepertinya terdengar buruk. “Kami terpaksa membawamu dalam keadaan apapun ke Gedung Pertemuan Batavia. Kamu akan disidang sampai kamu benar-benar mau masuk dalam Salvatorem Indonesia. Jika kamu tetap tidak ingin masuk, dan memilih Vandal, kami terpaksa memusuhimu dan menjadikanmu buronan dengan harga yang sangat tinggi. Mungkin, kamu juga akan dibunuh oleh Salvator dari negeri lain,” kata Suster Sandra dengan wajah sedih.
Zora meringis. “Itu menakutkan,” kata Zora sambil memeluk tubuhnya sendiri yang merinding karena mendengar hal buruk yang dikatakan Suster Sandra mengenai dirinya. “Apa keberadaanku sangat dibutuhkan Salvatorem? Bukankah dengan adanya empat orang Pengendali Elemen maka tidak lagi dibutuhkan SOS? Mereka bisa menanganinya berempat saja, bukan?” tanya Zora.
Dokter Aji dan Suster Sandra menggeleng bersamaan. “Mereka hanya empat orang yang masing-masing memiliki satu Pengendalian, sementara SOS memiliki banyak Pengendalian, bahkan bisa mengambil Pengendalian dari orang lain. Dengan adanya SOS, akan lebih banyak lagi orang-orang di dunia yang selamat dari Vandal. Bahkan, saat ini saja, selama kekuatanmu belum terbangun, Novi dan Bayu kewalahan mengurusi orang-orang Vandal yang berusaha merusak pandangan orang-orang di Indonesia mengenai Manusia Super. Mereka ingin memecah belah manusia biasa dengan Manusia Super. Mereka ingin memonopoli penduduk daerah tempat mereka beraksi, sehingga mereka bisa menjadi pemimpin di tempat itu,” kata Dokter Aji, menjelaskan dengan sedikit terlihat terburu-buru. Dia merapikan barang-barang kedokterannya, bahkan dia menuliskan resep baru untuk Zora di atas sebuah kertas. “Suster Sandra akan membawakan obat ini untukmu besok pagi sebelum kamu berangkat. Minumlah obat ini ketika kamu benar-benar merasa sakit. Obat ini sengaja aku berikan untuk menghilangkan rasa sakitmua selama perjalanan. Kalau tidak sakit, kamu tidak perlu meminumnya,” tambahnya.
Zora mengangguk mengerti, berusaha  menerima keadaannya. “Dokter, kalau aku pergi ikut mencari dua orang Quatuor Elementa Salvator lainnya, apa tidak berbahaya bagi Salvator di Indonesia? Bukankah ada kemungkinan indentitasku diketahui negara yang akan kami datangi nanti? Kalau itu terjadi, jika aku tertangkap, apa yang harus aku lakukan? Apa yang akan Indonesia lakukan? Apa yang akan terjadi padaku?” tanya Zora, tiba-tiba merasa khawatir bahwa keberadaannya justru membuatnya dalam bahaya yang lebih besar dari yang pernah dibayangkannya sebelumnya.
Dokter Aji merobek kertas resep dan memberikannya pada Suster Sandra yang ada di seberangnya, melewati bagian atas tubuh Zora. Dokter Aji diam tidak berkata apa-apa sambil merapikan alat tulisnya. Tapi, dia sadar dengan pandangan yang Zora tujukan padanya. Dia menghela napas berat, menatap Zora dengan sedih dengan wajah dinginnya, dan membuka mulut untuk menjawab. “Sebenarnya hal itu sangat berbahaya. Tidak hanya berbahaya bagi dirimu sendiri, tapi juga Salvator di seluruh dunia. Ketua Arfan sudah memikirkan hal itu sejak sebelum kekuatanmu terbangun. Tapi, apa boleh buat(?) Kemampuan Novi dan Bayu dalam mengendalikan kekuatan mereka masih belum seberapa, meski sebenarnya mereka mampu melakukan yang lebih besar jika mampu mengendalikannya. Sama seperti dirimu, sudah dua kali mereka lepas kendali ketika melatih  kekuatan mereka. Ketua Arfan ingin menunjuk yang lainnya untuk bertugas mencari, tapi sayangnya mereka tidak sepandai Novi dan Bayu, bahkan mereka tidak bisa mengimbangi Novi dan Bayu. Hanya kamu yang dapat mengimbangi Novi dan Bayu. Karena itu Ketua Arfan terpaksa memilihmu ketika ia tahu SOS telah datang. Tapi, ada satu syarat untuk menjalankan tugas ini; kamu dilarang menggunakan kekuatan selama perjalanan jika hal itu masih bisa ditangani oleh Novi dan Bayu. Tapi, jika keadaan benar-benar terdesak, dan hanya kamu yang bisa menyelamatkan diri dan menyelamatkan yang lainnya, kamu boleh menggunakannya. Ketua Arfan sudah mempersiapkan kalung khusus untuk mengendalikan kekuatanmu. Kalung itu akan membantumu menahan peluapan kekuatan,” kata Dokter Aji.
Dokter Aji berdiri dan menjinjing tas dokter berwarna hitam yang berisi berkas-berkas miliknya. Dia berjalan diikuti Suster Sandra menuju pintu kamar. Dia membuka pintu, lalu berjalan keluar kamar sambil berkata, “Sekarang kamu harus istirahat banyak. Akan ada yang mengantarkan makan malam untukmu. Permisi.” Dokter Aji menutup pintu kamar setelah Suster Sandra keluar. Wajah terakhir sebelum tertutup pintu, dia memberikan senyum bangga bercampur rasa khawatir pada Zora.
Zora terdiam di dalam kamar sambil menatap pintu kamar yang tertutup. Dia mendengar suara pintu depan rumahnya tertutup rapat, di susul suara mesin mobil yang menyala, lalu suara mesin mobil itu terdengar semakin tipis dan semakin menghilang, meninggalkannya di dalam rumah dalam keadaan sakit tanpa ditemani oleh siapapun, hanya suara kucing yang mengeong meminta makan malamnya lebih awal.
Zora teringat bahwa dia belum melaksanakan salat ashar ketika dia hampir saja tertidur di sore hari. Zora bergegas bangkit dari kasur, berjalan sedikit sempoyongan, dampak dari lepas kendali, menuju kamar mandi, mengambil air wudhu, kembali masuk ke dalam kamar, dan segera dia melaksanakan salat ashar empat rakaat. Selesai salat, dia berdoa mohon petunjuk pada Allah S.W.T. Dia berdoa, jika perjalanannya dan dua temannya benar-benar terjadi, agar diberi kemudahan dalam menjalaninya. Dia juga berdoa untuk memohon petunjuk agar diberikan jalan yang terbaik untuk menjelaskan semuanya yang terjadi pada kedua orang tuanya.
Selesai melaksanakan salat ashar, ketika dia sedang merapikan mukena dan peralatan salat lainnya, telepon genggam di atas meja hitamnya bergetar dan menghasilkan suara yang sedikit mengejutkan. Zora melihat layar telepon genggamnya; terdapat sebuah pesan dari ibunya. Dia membuka pesan itu segera setelah selesai merapikan peralatan salatnya. Pesan itu berbunyi:

Zora, bagaimana keadaanmu? Kamu baik-baik saja, ‘kan?
Ibu baru mendapatkan kabar dari Ayah. Katanya, hari ini dia akan pulang, dan baru akan tiba di rumah tengah malam. Jika keadaanmu baik-baik saja, tolong bukakan pintu untuk Ayah. Tapi, kalau keadaanmu tidak begitu baik, nanti Ibu suruh Ayah untuk menginap di rumah sakit sampai keadaanmu baik.
Tolong balas pesan Ibu secepatnya.

Zora menghela napas dengan sedikit senyum di wajahnya. Dia memang tidak baik, tapi dia senang karena malam itu ayahnya akan pulang dan membuat suasana rumah lebih ramai. Dia menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur secara perlahan-lahan, lalu menggerakkan jemarinya dengan cepat untuk membalas pesan ibunya. Pesan balasan itu berbunyi:

Zora baik-baik saja. Zora akan pasang alrm untuk membangunkan Zora agar pintu rumah Zora bukakan untuk Ayah. Zora juga mengaktifkan telepon genggam Zora dan tidak dalam keadaan diam.
Salam untuk Hana, besok Zora tidak bisa datang untuk menjenguk lagi karena ada janji dengan Novi.

Memang sedikit menyakitkan bagi Zora karena harus berbohong, apalagi nanti dia harus kembali berbohong, karena satu kebohongan akan terus berlanjut sampai kebohongan lainnya. Memang dosa untuk melakukan hal itu, tapi Zora tidak bisa membuat ibunya khawatir memikirkannya – meski dia tidak yakin ibunya akan benar-benar khawatir – dan membuat ibunya tidak memperhatikan Hana dengan baik, apalagi dia tahu bahwa Hana tidak bisa tidak diberi perhatian dari ibunya meski hanya sehari.
Zora duduk menyandar pada tembok di bagian kepala kasurnya. Dia duduk meluruskan kaki sambil bermain-main dengan kekuatannya. Dia berhasil membuat kuku-kuku jari tangannya tumbuh dengan cepat, lalu memendek dengan cepat. Tidak hanya itu, tapi tulang-tulang tubuhnya dapat mencuat ke permukaan kulitnya dan menjadi keras dan tidak sakit. Memang sedikit menakutkan bagi Zora yang baru saja mendapatkan kekuatan itu sehari sebelumnya. Tapi, Zora merasa sangat senang dengan kelebihan yang berlebihan yang didapatnya.
Sekitar satu jam Zora terus memainkan kekuatannya dengan senang dan gembira, sampai dia lupa akan kondisi tubuhnya sendiri. Azan maghrib berkumandang, membuatnya berhenti memainkan kekuatannya hingga dia berhasil mengendalikan empat dari sebelas kekuatan yang menurutnya wajib dia kuasai. Dia bergegas melaksanakan salat maghrib dengan tidak mengambil air wudhu lagi karena kebetulan dia belum membatalkannya. Dia menggelar alas salat, mengenakan mukena, dan segera melaksanakan salat maghrib tiga rakaat.
Selesai salat, Zora membua Kitab Suci Al-Qur’an dan membacanya sampai azan isya’ berkumandang, sehingga dia bisa segera melaksanakan salat isya’ dan bisa segera beristirahat.
Zora membaringkan tubuhnya yang terasa sangat pegal dan terasa seperti telur remuk akibat lepas kendali selesainya melaksanakan salat isya’. Zora memasang alrm pada telepon genggamnya. Dia juga membuat telepon genggamnya tidak dalam keadaan diam, sehingga lagu dering telepon genggamnya dapat terdengar ketika ayahnya meneleponnya. Zora merasa matanya mulai berat, lalu dia memejamkan mata perlahan-lahan dan tertidur dua menit setelah dia memejamkan kedua matanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar